Senin, 21 November 2016

AKUNTANSI KEUANGAN I Principal Base Dan Rule Base



Principal Base Dan Rule Base

Seperti yang kita ketahui saat ini terdapat dua standar akuntansi yang diterima untuk digunakan secara internasional GAAP A.S dan International Financial Reporting Standards (IFRS) Namun pada perkembangannya nanti di dunia akan menggunakan satu standar saja yakni IFRS.
Indonesia sebelum berkomitmen untuk menggunakan IFRS menggunakan standar akuntansi keuangan (PSAK) yang berkiblat pada US GAAP yang mengacu pada rule base. Sementara dalam standar yang digunakan dalam IFRS ini, tidak lagi mengacu pada rule base, melainkan principal base. Implikasi dari principal base ini, akuntan akan dituntut untuk lebih menggunakan professional judgement nya.

Perbedaan antara principal based dan rule based
Laporan keuangan yang selama ini dibuat menggunakan PSAK yang berkiblat pada US GAAP sudah tidak lagi digunakan oleh Indonesia. Saat ini standar yang digunakan telah Konvergen dengan IFRS, dimana standar akuntansi menjadi berbasis prinsip (principle based) bukan lagi berbasis aturan (rule based). Pengaturan berbasis prinsip bertujuan untuk memenuhi tujuan dari IFRS yaitu meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan keterbandingan laporan keuangan antar entitas secara global.
Perbedaan rules-based system dan principal based adalah pada rules-based system akuntan dapat memperoleh petunjuk implementasi secara detail sehingga mengurangi ketidakpastian dan menghasilkan aplikasi aturan-aturan spesifik dalam standar secara mekanis. Sementara principles-based system, akuntan akan membuat sejumlah estimasi yang harus dia pertanggungjawabkan dan mensyaratkan semakin banyak judgment professional (Schipper, 2003).
Dalam rangka konvergensi IFRS ada perubahan mendasar dalam akuntansi, yaitu perubahan dari rule-based acounting menjadi principle-based accounting.
·         Konsep principle–based accounting ini merupakan konsep yang meletakkan tujuan kunci dalam pelaporan keuangan, kemudian menyedikan landasan untuk menjelaskan tujuan tersebut. Jika timbul keragu–raguan mengenai sebuah aturan, pembaca diarahkan kembali ke landasan prinsip tersebut.
·          kelemahan dari konsep principle-based accounting ini adalah dalam kondisi tidak adanya petunjuk dapat menyebabkan ketidakakuratan dan ketidakkonsistenan informasi.

·         Sedangkan konsep rule–based accounting merupakan konsep yang memberikan daftar aturan yang harus diikuti dalam menyiapkan pelaporan keuangan. Dengan memiiki aturan yang jelas, dapat meningkatkan akurasi dan mengurangi keragu-raguan yang dapat memicu pelaporan yang agresif dari manajemen.
·         Kekurangan dari konsep rule–based accounting ini adalah dapat menyebabkan kompleksitas yang tidak dibutuhkan dalam menyiapkan pelaporan keuangan. Tambahan lagi, persyaratan atau aturan yang ketat dapat memaksa manajer untuk memanipulasi laporan agar dapat memenuhi kewajibannya.
Untuk lebih mudah memahami, berikut penjelasannya sederhananya. Kita menganalogikan seorang pembuat donat kentang. Pada saat pembuat donat menggunakan principal base, pembuat donat membuat donat tanpa melihat buku resep tentang pembuatan donat, dia telah memahami bahwa bahan-bahan yang diperlukan adalah terigu, kentang, ragi, telur, dan gula. Untuk takarannya, pembuat donat akan menakarnya sesuai seleranya. cara menggoreng pun juga sesuai  selera, boleh sangat garing atau sedikit basah. Namun, ketika pembuat menggunakan rule base, pembuat donat membuatnya dengan melihat resep yang telah ada, berikut detail proses pembuatan donat tersebut. Dengan kata lain, mulai dari bahan hingga proses pembuatannya sudah ditentukan. Begitu pula dalam akuntansi. dengan rule base, akuntan akan menjalankan keputusan sesuai dengan aturan, sedangkan dengan principal base, akuntan akan diberi kewenangan untuk menentukan suatu proses akuntansi dan disinilah letak profesional judgement dibutuhkan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Benneth et al. (2006) bahwa principles-based standards mensyaratkan judgment professional baik pada level transaksi maupun pada level laporan keuangan. Fleksibilitas dalam standar IFRS yang bersifat principles-based akan berdampak pada tipe dan jumlah skill professional yang seharusnya dimiliki oleh akuntan dan auditor. Pengadopsian IFRS mensyaratkan akuntan maupun auditor untuk memiliki pemahaman mengenai kerangka konseptual informasi keuangan agar dapat mengaplikasikan secara tepat dalam pembuatan keputusan. Pengadopsian IFRS mensyaratkan akuntan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kejadian maupun transaksi bisnis dan ekonomi perusahaan secara fundamental sebelum membuat judgment.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi beberapa keunggulan dan kelemahan dari rules-based dan principles-based standard. Untuk rule based yang detail memiliki beberapa manfaat. Schipper (2003) mengidentifikasi manfaatnya sebagai berikut, (1) meningkatkan komparabilitas, (2) meningkatkan verifiabilitas (konsensus antar pengukur), (3) mengurangi kemungkinan perselisihan mengenai suatu perlakuan akuntansi, dan (4) mengurangi risiko litigasi. Namun, rule base juga bukan tanpa kelemahan. Standar yang detail tidak dapat memenuhi tantangan perubahan kondisi keuangan yang kompleks dan cepat dan sering menyediakan benchmark untuk menentukan kesesuaian dengan aturan  tapi tidak merefleksi kejadian ekonomi yang mendasarinya secara substansial (Finnerty 1988, dalam AAA Financial Accounting Standard Committee, 2003).

Standar Principle based and rule based dalam Praktik

Dalam kegiatan kuliah umum atau seminar yang saya berikan, saya sering mencontohkan perbedaan principle based vs rule based dengan standar sewa dan konsolidasi. Dalam standar sewa ala rule based, yang juga dianut oleh PSAK 30 kita sebelum mengadopsi IFRS, pemisahan antara sewa operasi dan sewa pembiayaan sangat tegas dan detil. Suatu sewa masuk kategori sewa pembiayaan bila memenuhi beberapa syarat, misalnya masa sewa melingkupi minimal 75% dari total umur ekonomis barang sewaan.
Karena batasan yang jelas ini, maka mereka yang ingin mengkategorikan sewa sebagai sewa operasi untuk menghindari pengakuan liabilitas sewa di neraca bisa “mengakali” kontrak sewa menjadi 74% dari umur ekonomis barang sewaan. Dengan demikian mengkategorikan sewa ini sebagai sewa operasi tidaklah salah karena tidak bertentangan dengan standar akuntansi.
Dalam standar sewa yang principle based, batas 75% tidak disebutkan tapi yang ditekankan adalah substansi sewa. Sewa diketagorikan sebagai sewa pembiayaan bila manfaat dan risiko dari barang sewaan secara substansial berpindah ke penyewa. Masa sewa bisa menjadi salah satu indikasi, tapi tidak ada garis batas jelas 75% melainkan menggunakan penjelasan “masa sewa adalah untuk sebagaian besar umur ekonomis aset”, dengan demikian yang memiliki umur sewa 74% bisa dipastikan bahwa bisa dikategorikan sebagai sewa pembiayaan.
Perbedaan standar sewa ini menjadi salah satu perbedaan utama IFRS dan US GAAP sehingga kedua dewan standar ini membuat kerjasama dalam pembuatan standar sewa yang baru. Saat ini pembahasan tentang leasing masih hangat diperdebatkan karena kedua dewan standar belum bersepakat dalam beberapa hal.
Salah satu contoh principle based vs rule based adalah standar tentang konsolidasi. IFRS menekankan pada definisi pengendalian. Bila ada pengendalian (walaupun kepemilikannya dibawah 50% dari total saham) maka harus dikonsolidasi (de facto control). Sedangkan standar akuntansi rule based akan menekankan pada voting rights sehingga sulit bila memiliki kepemilikan dibawah 50% untuk mengkonsolidasi anak perusahaan karena tidak memiliki voting rights mayoritas.
Standar berbasis prinsip lainnya yang dikembangkan oleh IASB bersama dengan FASB adalah standar tentang pendapatan. Dalam joint project ini, langkah-langkah pengakuan pendapatan diatur dalam lima tahapan berurutan. Dihaprapkan dengan prinsip ini maka pengakuan pendapatan dapat memiliki prinsip yang sama dalam setiap industri, terutama di US GAAP karena banyak sekali pengaturan tentang pengakuan pendapatan yg berbeda-beda tiap industry.
Standar berbasis prinsip memiliki keunggulan dalam hal memungkinkan manajer memilih perlakuan akuntansi yang merefleksikan transaksi atau kejadian ekonomi yang mendasarinya, meskipun hal sebaliknya dapat terjadi. Standar berbasis prinsip memungkinkan manajer, anggota komite audit, dan auditor menerapkan judgment profesionalnya untuk lebih fokus pada merefleksi kejadian atau transaksi ekonomi secara substansial, tidak sekedar melaporkan transaksi atau kejadian ekonomi sesuai dengan standar.
Implikasinya, IFRS memang lebih fleksibel dan memberikan keleluasaan yang lebih besar terhadap akuntan untuk menggunakan pertimbangan profesional (professional judgment). Implikasi inilah yang dijadikan alasan, IFRS justru akan mempersulit komparabilitas laporan keuangan dan menyuburkan manipulasi laporan keuangan. Bandingkan misalnya dengan US GAAP yang sangat ketat. Pertimbangan profesional telah tereduksi menjadi pohon keputusan (decision tree), dalam kondisi apa harus melakukan apa.
Jadi kesimpulan baik atau buruknya penerapan IFRS yang berbasis prinsip, tapi yang perlu menjadi perhatian sekarang bukan lagi mengenai baik buruknya atau suka tidak sukanya terhadap IFRS karena tahun 2012 ini Indonesia telah resmi menerapkan IFRS dan sudah seharusnyalah untuk mempersiapkan diri sebagai calon akuntan untuk memahami IFRS yang berbasis pirnsip. Baik kalangan mahasiswa, praktisi maupun akademisi di bidang akuntansi untuk sungguh-sungguh menguasai prinsip-prinsip akuntansi untuk dapat bersaing apabila masih ingin bersaing.

Dampak Principle based kepada akuntan

Banyak yang salah kaprah bahwa US GAAP adalah standar rule based sehingga tidak memiliki prinsip. US GAAP juga memiliki kerangka konseptual, bahkan banyak yg berpendapat kualitas kerangka konseptual US GAAP lebih baik daripada IASB. Banyak faktor yang membuat perkembangan standar akuntansi US GAAP yang menjadi detil dan rumit seperti sekarang ini. US GAAP dikembangkan lebih dari 50 tahun dengan pendekatan bottom-up sesuai dengan kebutuhan dan permintaan pengguna standar. Sehingga standar US GAAP memang makin lama semakin rumit karena perkembangan transaksi dan kompleksitas bisnis yang semakin berkembang.
Ada juga yang berpendapat standar IFRS nantinya akan semakin rumit dan detil seiring dengan banyak permintaan dari pengguna standar untuk klarifikasi dan petunjuk penggunaan.  Sekarang sudah mulai banyak keluhan bahwa IFRIC (IFRS Interpretation Committee) bekerja terlalu lamban dalam menjawab kebingungan para pengguna standar IFRS.
Standar yang berbasis prinsip menuntuk pertimbangan professional para pengguna standar. Menilik contoh resep donat di atas, mereka yang belum pernah membuat donat sebelumnya, tentunya akan lebih mudah untuk menggunakan resep kue donat yang detil, terperinci dan jelas langkah-langkahnya. Di lain pihak standar yang bersifat principle based lebih mudah dipelajari dan dipahami karena lebih ringkas dan tidak rumit. Namun ketika terjadi banyak variasi praktik dalam bisnis, akuntan harus percaya diri dalam mengiterpretasikan standar yang principle based tersebut.
Permasalahannya adalah, pertimbangan professional (professional judgement) sangat sulit dipelajari di bangku kuliah formal. Pendidikan akuntansi keuangan level sarjana, bukan hanya di Indonesia tapi juga di banyak negara, menekankan pada pengajaran rule based. Laporan keuangan dihasilkan setelah melalui langkah-langkah tertentu. Akibatnya ketika para akuntan terjun ke lapangan, mereka gamang dalam membuat pertimbangan profesional.  Mengasah pertimbangan professional akuntan biasanya dicapai melalui praktik kerja atau melalui studi kasus, namun studi kasus yang baik di rumpun keilmuan akuntansi juga susah didapatkan karena biasanya studi kasus lebih banyak di rumpun ilmu manajemen seperti marketing atau manajemen strategi.
Profesi akuntan di Indonesia memasuki babak baru dengan disahkannya PMK No 25/2014 tentang akuntan beregister. Akuntan professional dituntut patuh terhadap etika profesi dan juga memiliki pertimbangan professional yang kuat. Adalah tantangan besar para penyusun kurikulum dan materi pendidikan Chartered Accountant Indonesia untuk membangun kompetensi ini. Studi kasus-studi kasus yang membutuhkan pertimbangan profesional harus diperbanyak untuk meningkatkan kualitas pendidikan profesi akuntan di Indonesia. 

PERBEDAAN IFRS DAN US – GAAP

Kita mengetahui IFRS telah diadopsi sebagai prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP) untuk perusahaan yang terdaftar di banyak negara di seluruh dunia dan diterima untuk tujuan cross-listing oleh sebagian besar bursa saham utama. Dengan semakin bertambahnya vengadopsian IFRS, akuntan diminta untuk mempersiapkan dan mengaudit, dan para pengguna laporan keuangan menemukan kebutuhan/keperluan untuk membaca dan menganalisis, laporan keuangan berbasis IFRS.
Akuntansi internasional standar komite (IASC) mengeluarkan total 41 standar akuntansi internasional (IAS) selama periode 1973-2001. sebelas dari standar ini telah direvisi satu kali atau lebih. sejak tahun 2001, IASB telah mengeluarkan delapan standar pelaporan keuangan internasional (SAK/IFRS).
Pada bulan september 2002, IASB dan badan standar akuntansi keuangan US (FASB) sepakat untuk bekerja sama untuk mengurangi perbedaan antara IFRS dan US GAAP. tujuan dari yang juga disebut Persetujuan Norwalk (Norwalk Agreement) adalah untuk membuat dua set standar yang ada compitable sesegera mungkin dan untuk mengkoordinasikan proyek-proyek masa depan untuk memastikan bahwa, sekali tercapai, kompatibilitas/kesesuaian dipertahankan. bab ini menggambarkan panduan yang diberikan oleh IFRS dan perbandingan dengan US GAAP untuk menunjukkan perbedaan dan kesamaan antara dua set standar. dengan cara ini kita bisa mulai menghargai dampak pemilihan antara dua set standar miliki terhadap laporan keuangan.
Dalam kesempatan kali ini kita akan membahahas masalah perbedaan IFRS dan US - GAAP. Perbedaan dasar antara kedua standar tersebut sebagaimana dijelaskan dalam tabel-tabel dibawah ini. Pada dasarnya batang tubuh kerangka konseptual tersebut masih sama, yaitu level 1: tujuan laporan keuangan, level 2: karakteristik kualitatif dan element laporan keuangan, dan level 3: Asumsi dasar, Prinsip dan kendala.
Dibawah ini adalah Perbedaan keduanya:
1. Segi Tujuan Laporan Keuangan :
IFRS : -  Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.
-          Pengguna adalah investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah dan masyarakat.
GAAP : -      Menyediakan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan investasi dan kredit.
-          Menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi jumlah, waktu, dan ketidakpastian arus kas masa depan perusahaan.
-          Menyediakan informasi tentang sumber daya ekonomi, klaim terhadap sumber daya tersebut, dan perubahan terhadap keduanya.
2.  Segi Karakteristik Kualitatif Informasi Akuntansi :
IFRS :    -   Relevan – terdiri dari:  Nilai prediksi, Nilai konfirmasi, Materialitas.
-          Dapat dipercaya – terdiri dari: Disajikan dengan jujur, Netral, Substansi mengungguli bentuk, Kehati-hatian (dimana ada ketidakpastian, kesalahan dalam menyediakan informasi dan menjamin adanya konservatisme., Kelengkapan.
-          Dapat dibandingkan.
GAAP :  -  Relevan – terdiri dari:  Nilai prediksi – membantu pengguna memprediksi hasil dari kejadian masa lalu, saat ini dan masa depan. Nilai umpan balik – membantu pengguna mengkonfirmasi dan membetulkan nilai prediksi sebelumnya. Tepat waktu – tersedia sebelum kehilangan kapasitas untuk mempengaruhi keputusan. 
-          Dapat dipercaya – terdiri dari:  Disajikan dengan jujur, Netral, Dapat diferivikasi.
-          Dapat dibandingkan.
-          Konsisten.
3. Segi Elemen Laporan Keuangan
 IFRS : 
-    Aset
-          Kewajiban
-          Ekuitas
-          Pemeliharaan modal  (diperoleh dari revaluasi asset dan kewajiban)
-          Laba (Pendapatan dan keuntungan)
-          Beban (beban dan kerugian).
GAAP:
-    Aset
-          Kewajiban
-          Ekuitas
-          Investasi pemilik
-          Distribusi kepada pemilik
-          Laba komprehensif
-          Pendapatan
-          Keuntungan
-          Beban
-          Kerugian
4. Segi Pengakuan dan pengukuran – Asumsi dasar :
    IFRS :
-          Kelangsungan usaha
-          Basis akrual
GAAP :
-          Kelangsungan usaha
-          Entitas ekonomi
-          Unit moneter
-          Periodisitas
5. Segi Pengakuan dan pengukuran – Kendala :
IFRS :
-          Keseimbangan antara biaya dan manfaat
-          Tepat waktu
-          Keseimbangan antara karakteristik kualitatif
GAAP :
-          Biaya dan manfaat
-          Materialitas
-          Praktik Industri
-          Konservatisme
6. Segi Pengakuan dan Pengukuran Prinsip :
IFRS :
-          Biaya historis
-          Biaya sekarang (apa yang harus dibayar hari ini untuk mendapatkan aset. Ini sering diperoleh dalam penilaian yang sama dengan nilai wajar)
-          Nilai realisasi (jumlah kas yang dapat diperoleh saat ini jika asset dilepas
-          Nilai wajar
-          Pengakuan pendapatan
-          Pengakuan beban
-          Pengungkapan penuh
GAAP :
-          Biaya historis
-          Pengakuan pendapatan
-          Kesesuaian
-          Pengungkapan penuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar