Principal Base Dan Rule Base
Seperti yang kita ketahui saat ini
terdapat dua standar akuntansi yang diterima untuk digunakan secara
internasional GAAP A.S dan International Financial Reporting Standards (IFRS)
Namun pada perkembangannya nanti di dunia akan menggunakan satu standar saja
yakni IFRS.
Indonesia sebelum berkomitmen untuk
menggunakan IFRS menggunakan standar akuntansi keuangan (PSAK) yang berkiblat
pada US GAAP yang mengacu pada rule base. Sementara dalam standar yang
digunakan dalam IFRS ini, tidak lagi mengacu pada rule base, melainkan
principal base. Implikasi dari principal base ini, akuntan akan dituntut untuk
lebih menggunakan professional judgement nya.
Perbedaan
antara principal based dan rule based
Laporan keuangan yang selama ini
dibuat menggunakan PSAK yang berkiblat pada US GAAP sudah tidak lagi digunakan
oleh Indonesia. Saat ini standar yang digunakan telah Konvergen dengan IFRS,
dimana standar akuntansi menjadi berbasis prinsip (principle based)
bukan lagi berbasis aturan (rule based). Pengaturan berbasis prinsip
bertujuan untuk memenuhi tujuan dari IFRS yaitu meningkatkan transparansi, akuntabilitas,
dan keterbandingan laporan keuangan antar entitas secara global.
Perbedaan rules-based system dan principal
based adalah pada rules-based
system akuntan dapat memperoleh petunjuk implementasi secara detail sehingga
mengurangi ketidakpastian dan menghasilkan aplikasi aturan-aturan spesifik
dalam standar secara mekanis. Sementara principles-based system, akuntan
akan membuat sejumlah estimasi yang harus dia pertanggungjawabkan dan
mensyaratkan semakin banyak judgment professional (Schipper, 2003).
Dalam
rangka konvergensi IFRS ada perubahan mendasar dalam akuntansi, yaitu perubahan
dari rule-based acounting menjadi principle-based accounting.
·
Konsep principle–based accounting ini merupakan
konsep yang meletakkan tujuan kunci dalam pelaporan keuangan, kemudian
menyedikan landasan untuk menjelaskan tujuan tersebut. Jika timbul
keragu–raguan mengenai sebuah aturan, pembaca diarahkan kembali ke landasan
prinsip tersebut.
·
kelemahan dari konsep principle-based accounting ini adalah dalam kondisi tidak adanya
petunjuk dapat menyebabkan ketidakakuratan dan ketidakkonsistenan informasi.
·
Sedangkan konsep rule–based accounting merupakan konsep
yang memberikan daftar aturan yang harus diikuti dalam menyiapkan pelaporan
keuangan. Dengan memiiki aturan yang jelas, dapat meningkatkan akurasi dan
mengurangi keragu-raguan yang dapat memicu pelaporan yang agresif dari
manajemen.
·
Kekurangan dari konsep rule–based accounting ini adalah dapat menyebabkan
kompleksitas yang tidak dibutuhkan dalam menyiapkan pelaporan keuangan.
Tambahan lagi, persyaratan atau aturan yang ketat dapat memaksa manajer untuk
memanipulasi laporan agar dapat memenuhi kewajibannya.
Untuk lebih mudah memahami, berikut
penjelasannya sederhananya. Kita menganalogikan seorang pembuat donat kentang.
Pada saat pembuat donat menggunakan principal base, pembuat donat membuat donat
tanpa melihat buku resep tentang pembuatan donat, dia telah memahami bahwa
bahan-bahan yang diperlukan adalah terigu, kentang, ragi, telur, dan gula.
Untuk takarannya, pembuat donat akan menakarnya sesuai seleranya. cara
menggoreng pun juga sesuai selera, boleh sangat garing atau sedikit
basah. Namun, ketika pembuat menggunakan rule base, pembuat donat membuatnya
dengan melihat resep yang telah ada, berikut detail proses pembuatan donat
tersebut. Dengan kata lain, mulai dari bahan hingga proses pembuatannya sudah
ditentukan. Begitu pula dalam akuntansi. dengan rule base, akuntan akan
menjalankan keputusan sesuai dengan aturan, sedangkan dengan principal base,
akuntan akan diberi kewenangan untuk menentukan suatu proses akuntansi dan
disinilah letak profesional judgement dibutuhkan. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Benneth et al. (2006) bahwa principles-based standards
mensyaratkan judgment professional baik pada level transaksi maupun pada
level laporan keuangan. Fleksibilitas dalam standar IFRS yang bersifat principles-based
akan berdampak pada tipe dan jumlah skill professional yang seharusnya dimiliki
oleh akuntan dan auditor. Pengadopsian IFRS mensyaratkan akuntan maupun auditor
untuk memiliki pemahaman mengenai kerangka konseptual informasi keuangan agar
dapat mengaplikasikan secara tepat dalam pembuatan keputusan. Pengadopsian IFRS
mensyaratkan akuntan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kejadian maupun
transaksi bisnis dan ekonomi perusahaan secara fundamental sebelum membuat
judgment.
Beberapa penelitian telah dilakukan
untuk mengidentifikasi beberapa keunggulan dan kelemahan dari rules-based
dan principles-based standard. Untuk rule based yang detail memiliki
beberapa manfaat. Schipper (2003) mengidentifikasi manfaatnya sebagai berikut,
(1) meningkatkan komparabilitas, (2) meningkatkan verifiabilitas (konsensus
antar pengukur), (3) mengurangi kemungkinan perselisihan mengenai suatu
perlakuan akuntansi, dan (4) mengurangi risiko litigasi. Namun, rule base juga
bukan tanpa kelemahan. Standar yang detail tidak dapat memenuhi tantangan
perubahan kondisi keuangan yang kompleks dan cepat dan sering menyediakan benchmark
untuk menentukan kesesuaian dengan aturan tapi tidak merefleksi kejadian
ekonomi yang mendasarinya secara substansial (Finnerty 1988, dalam AAA
Financial Accounting Standard Committee, 2003).
Standar Principle based and rule based dalam Praktik
Dalam kegiatan kuliah umum atau
seminar yang saya berikan, saya sering mencontohkan perbedaan principle
based vs rule based dengan standar sewa dan konsolidasi. Dalam standar sewa
ala rule based, yang juga dianut oleh PSAK 30 kita sebelum mengadopsi
IFRS, pemisahan antara sewa operasi dan sewa pembiayaan sangat tegas dan detil.
Suatu sewa masuk kategori sewa pembiayaan bila memenuhi beberapa syarat,
misalnya masa sewa melingkupi minimal 75% dari total umur ekonomis barang
sewaan.
Karena batasan yang jelas ini,
maka mereka yang ingin mengkategorikan sewa sebagai sewa operasi untuk
menghindari pengakuan liabilitas sewa di neraca bisa “mengakali” kontrak sewa
menjadi 74% dari umur ekonomis barang sewaan. Dengan demikian mengkategorikan
sewa ini sebagai sewa operasi tidaklah salah karena tidak bertentangan dengan
standar akuntansi.
Dalam standar sewa yang principle
based, batas 75% tidak disebutkan tapi yang ditekankan adalah substansi
sewa. Sewa diketagorikan sebagai sewa pembiayaan bila manfaat dan risiko dari
barang sewaan secara substansial berpindah ke penyewa. Masa sewa bisa menjadi
salah satu indikasi, tapi tidak ada garis batas jelas 75% melainkan menggunakan
penjelasan “masa sewa adalah untuk sebagaian besar umur ekonomis aset”, dengan
demikian yang memiliki umur sewa 74% bisa dipastikan bahwa bisa dikategorikan
sebagai sewa pembiayaan.
Perbedaan standar sewa ini
menjadi salah satu perbedaan utama IFRS dan US GAAP sehingga kedua dewan
standar ini membuat kerjasama dalam pembuatan standar sewa yang baru. Saat ini
pembahasan tentang leasing masih hangat diperdebatkan karena kedua dewan
standar belum bersepakat dalam beberapa hal.
Salah satu contoh principle
based vs rule based adalah standar tentang konsolidasi. IFRS menekankan
pada definisi pengendalian. Bila ada pengendalian (walaupun kepemilikannya
dibawah 50% dari total saham) maka harus dikonsolidasi (de facto control).
Sedangkan standar akuntansi rule based akan menekankan pada voting rights
sehingga sulit bila memiliki kepemilikan dibawah 50% untuk mengkonsolidasi anak
perusahaan karena tidak memiliki voting rights mayoritas.
Standar berbasis prinsip lainnya
yang dikembangkan oleh IASB bersama dengan FASB adalah standar tentang
pendapatan. Dalam joint project ini, langkah-langkah pengakuan
pendapatan diatur dalam lima tahapan berurutan. Dihaprapkan dengan prinsip ini
maka pengakuan pendapatan dapat memiliki prinsip yang sama dalam setiap
industri, terutama di US GAAP karena banyak sekali pengaturan tentang pengakuan
pendapatan yg berbeda-beda tiap industry.
Standar berbasis prinsip memiliki
keunggulan dalam hal memungkinkan manajer memilih perlakuan akuntansi yang
merefleksikan transaksi atau kejadian ekonomi yang mendasarinya, meskipun hal
sebaliknya dapat terjadi. Standar berbasis prinsip memungkinkan manajer,
anggota komite audit, dan auditor menerapkan judgment profesionalnya untuk
lebih fokus pada merefleksi kejadian atau transaksi ekonomi secara substansial,
tidak sekedar melaporkan transaksi atau kejadian ekonomi sesuai dengan standar.
Implikasinya, IFRS memang lebih
fleksibel dan memberikan keleluasaan yang lebih besar terhadap akuntan untuk
menggunakan pertimbangan profesional (professional judgment). Implikasi
inilah yang dijadikan alasan, IFRS justru akan mempersulit komparabilitas
laporan keuangan dan menyuburkan manipulasi laporan keuangan. Bandingkan
misalnya dengan US GAAP yang sangat ketat. Pertimbangan profesional telah
tereduksi menjadi pohon keputusan (decision tree), dalam kondisi apa
harus melakukan apa.
Jadi kesimpulan baik atau buruknya
penerapan IFRS yang berbasis prinsip, tapi yang perlu menjadi perhatian
sekarang bukan lagi mengenai baik buruknya atau suka tidak sukanya terhadap
IFRS karena tahun 2012 ini Indonesia telah resmi menerapkan IFRS dan sudah
seharusnyalah untuk mempersiapkan diri sebagai calon akuntan untuk memahami
IFRS yang berbasis pirnsip. Baik kalangan mahasiswa, praktisi maupun akademisi
di bidang akuntansi untuk sungguh-sungguh menguasai prinsip-prinsip akuntansi
untuk dapat bersaing apabila masih ingin bersaing.
Dampak Principle based kepada akuntan
Banyak yang salah kaprah bahwa
US GAAP adalah standar rule based sehingga tidak memiliki prinsip. US
GAAP juga memiliki kerangka konseptual, bahkan banyak yg berpendapat kualitas
kerangka konseptual US GAAP lebih baik daripada IASB. Banyak faktor yang
membuat perkembangan standar akuntansi US GAAP yang menjadi detil dan rumit
seperti sekarang ini. US GAAP dikembangkan lebih dari 50 tahun dengan
pendekatan bottom-up sesuai dengan kebutuhan dan permintaan pengguna
standar. Sehingga standar US GAAP memang makin lama semakin rumit karena
perkembangan transaksi dan kompleksitas bisnis yang semakin berkembang.
Ada juga yang berpendapat
standar IFRS nantinya akan semakin rumit dan detil seiring dengan banyak
permintaan dari pengguna standar untuk klarifikasi dan petunjuk penggunaan.
Sekarang sudah mulai banyak keluhan bahwa IFRIC (IFRS Interpretation
Committee) bekerja terlalu lamban dalam menjawab kebingungan para pengguna
standar IFRS.
Standar yang berbasis prinsip
menuntuk pertimbangan professional para pengguna standar. Menilik contoh resep
donat di atas, mereka yang belum pernah membuat donat sebelumnya, tentunya akan
lebih mudah untuk menggunakan resep kue donat yang detil, terperinci dan jelas
langkah-langkahnya. Di lain pihak standar yang bersifat principle based
lebih mudah dipelajari dan dipahami karena lebih ringkas dan tidak rumit. Namun
ketika terjadi banyak variasi praktik dalam bisnis, akuntan harus percaya diri
dalam mengiterpretasikan standar yang principle based tersebut.
Permasalahannya adalah,
pertimbangan professional (professional judgement) sangat sulit
dipelajari di bangku kuliah formal. Pendidikan akuntansi keuangan level
sarjana, bukan hanya di Indonesia tapi juga di banyak negara, menekankan pada
pengajaran rule based. Laporan keuangan dihasilkan setelah melalui
langkah-langkah tertentu. Akibatnya ketika para akuntan terjun ke lapangan,
mereka gamang dalam membuat pertimbangan profesional. Mengasah
pertimbangan professional akuntan biasanya dicapai melalui praktik kerja atau
melalui studi kasus, namun studi kasus yang baik di rumpun keilmuan akuntansi
juga susah didapatkan karena biasanya studi kasus lebih banyak di rumpun ilmu
manajemen seperti marketing atau manajemen strategi.
Profesi akuntan di Indonesia
memasuki babak baru dengan disahkannya PMK No 25/2014 tentang akuntan
beregister. Akuntan professional dituntut patuh terhadap etika profesi dan juga
memiliki pertimbangan professional yang kuat. Adalah tantangan besar para
penyusun kurikulum dan materi pendidikan Chartered Accountant Indonesia untuk
membangun kompetensi ini. Studi kasus-studi kasus yang membutuhkan pertimbangan
profesional harus diperbanyak untuk meningkatkan kualitas pendidikan profesi
akuntan di Indonesia.
PERBEDAAN
IFRS DAN US – GAAP
Kita mengetahui IFRS telah diadopsi sebagai prinsip
akuntansi yang berlaku umum (GAAP) untuk perusahaan yang terdaftar di banyak
negara di seluruh dunia dan diterima untuk tujuan cross-listing oleh sebagian besar
bursa saham utama. Dengan semakin bertambahnya vengadopsian IFRS, akuntan
diminta untuk mempersiapkan dan mengaudit, dan para pengguna laporan keuangan
menemukan kebutuhan/keperluan untuk membaca dan menganalisis, laporan keuangan
berbasis IFRS.
Akuntansi internasional standar komite (IASC) mengeluarkan
total 41 standar akuntansi internasional (IAS) selama periode 1973-2001.
sebelas dari standar ini telah direvisi satu kali atau lebih. sejak tahun 2001,
IASB telah mengeluarkan delapan standar pelaporan keuangan internasional
(SAK/IFRS).
Pada bulan september 2002, IASB dan badan standar akuntansi
keuangan US (FASB) sepakat untuk bekerja sama untuk mengurangi perbedaan antara
IFRS dan US GAAP. tujuan dari yang juga disebut Persetujuan Norwalk (Norwalk Agreement)
adalah untuk membuat dua set standar yang ada compitable sesegera mungkin dan
untuk mengkoordinasikan proyek-proyek masa depan untuk memastikan bahwa, sekali
tercapai, kompatibilitas/kesesuaian dipertahankan. bab ini menggambarkan
panduan yang diberikan oleh IFRS dan perbandingan dengan US GAAP untuk
menunjukkan perbedaan dan kesamaan antara dua set standar. dengan cara ini kita
bisa mulai menghargai dampak pemilihan antara dua set standar miliki terhadap
laporan keuangan.
Dalam kesempatan kali ini kita akan membahahas masalah
perbedaan IFRS dan US - GAAP. Perbedaan dasar antara kedua standar tersebut
sebagaimana dijelaskan dalam tabel-tabel dibawah ini. Pada dasarnya batang
tubuh kerangka konseptual tersebut masih sama, yaitu level 1: tujuan laporan
keuangan, level 2: karakteristik kualitatif dan element laporan keuangan, dan
level 3: Asumsi dasar, Prinsip dan kendala.
Dibawah
ini adalah Perbedaan keduanya:
1.
Segi Tujuan Laporan Keuangan :
IFRS : - Menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan
keputusan ekonomi.
-
Pengguna
adalah investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha
lainnya, pelanggan, pemerintah dan masyarakat.
GAAP : -
Menyediakan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan investasi dan
kredit.
-
Menyediakan
informasi yang berguna untuk memprediksi jumlah, waktu, dan ketidakpastian arus
kas masa depan perusahaan.
-
Menyediakan
informasi tentang sumber daya ekonomi, klaim terhadap sumber daya tersebut, dan
perubahan terhadap keduanya.
2.
Segi Karakteristik Kualitatif Informasi Akuntansi :
IFRS : -
Relevan – terdiri dari: Nilai prediksi, Nilai konfirmasi, Materialitas.
-
Dapat
dipercaya – terdiri dari: Disajikan dengan jujur, Netral, Substansi mengungguli
bentuk, Kehati-hatian (dimana ada ketidakpastian, kesalahan dalam menyediakan
informasi dan menjamin adanya konservatisme., Kelengkapan.
-
Dapat
dibandingkan.
GAAP : - Relevan – terdiri
dari: Nilai prediksi – membantu pengguna memprediksi hasil dari kejadian
masa lalu, saat ini dan masa depan. Nilai umpan balik – membantu pengguna
mengkonfirmasi dan membetulkan nilai prediksi sebelumnya. Tepat waktu –
tersedia sebelum kehilangan kapasitas untuk mempengaruhi keputusan.
-
Dapat
dipercaya – terdiri dari: Disajikan dengan jujur, Netral, Dapat
diferivikasi.
-
Dapat
dibandingkan.
-
Konsisten.
3.
Segi Elemen Laporan Keuangan
IFRS :
-
Aset
-
Kewajiban
-
Ekuitas
-
Pemeliharaan
modal (diperoleh dari revaluasi asset dan kewajiban)
-
Laba
(Pendapatan dan keuntungan)
-
Beban
(beban dan kerugian).
GAAP:
-
Aset
-
Kewajiban
-
Ekuitas
-
Investasi
pemilik
-
Distribusi
kepada pemilik
-
Laba
komprehensif
-
Pendapatan
-
Keuntungan
-
Beban
-
Kerugian
4.
Segi Pengakuan dan pengukuran – Asumsi dasar :
IFRS :
-
Kelangsungan
usaha
-
Basis
akrual
GAAP :
-
Kelangsungan
usaha
-
Entitas
ekonomi
-
Unit
moneter
-
Periodisitas
5.
Segi Pengakuan dan pengukuran – Kendala :
IFRS :
-
Keseimbangan
antara biaya dan manfaat
-
Tepat
waktu
-
Keseimbangan
antara karakteristik kualitatif
GAAP :
-
Biaya dan
manfaat
-
Materialitas
-
Praktik Industri
-
Konservatisme
6.
Segi Pengakuan dan Pengukuran Prinsip :
IFRS :
-
Biaya
historis
-
Biaya
sekarang (apa yang harus dibayar hari ini untuk mendapatkan aset. Ini sering
diperoleh dalam penilaian yang sama dengan nilai wajar)
-
Nilai
realisasi (jumlah kas yang dapat diperoleh saat ini jika asset dilepas
-
Nilai
wajar
-
Pengakuan
pendapatan
-
Pengakuan
beban
-
Pengungkapan
penuh
GAAP :
-
Biaya
historis
-
Pengakuan
pendapatan
-
Kesesuaian
-
Pengungkapan
penuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar